My ID is Gangnam Beauty: Potret Realitas Stereotip dalam Kehidupan Perempuan
1:00 PMsource: google |
Kdrama addicts pasti
tau drama yang satu ini. Drama ini tayang di stasiun tv Korea Selatan, JTBC, dan
diadaptasi dari webtoon berjudul Gangnam Beauty. My ID is Gangnam Beauty
merupakan potret realitas bagaimana kehidupan perempuan secara langsung atau
tidak langsung akan dipengaruhi oleh penampilan fisik. My ID is Gangnam Beauty perfectly describes how, sadly, ‘beauty’ is
the only thing that count in a woman’s life.
Dunia seolah punya seperangkat aturan tidak tertulis yang
harus dipatuhi oleh perempuan jika ingin diterima ditengah kehidupan sosial. “Perempuan nggak perlu pintar, cukup perlu
pandai masak dan ngurus rumah”, “perempuan tuh harus bersih, bicara lemah lembut
dan anggun”, bahkan bagaimana perempuan harus tampil secara fisik pun
diatur dalam stereotip “perempuan cantik
itu adalah yang berbadan langsing, berkulit putih, hidung mancung, rambut
panjang, ini, dan itu”.
Pernah nggak sih, kepikiran “Dari mana semua stereotip itu
berasal?”
Stereotip dikonstruksi oleh media massa untuk kepentingan
kapitalisme dan dilanggengkan oleh masyarakat. Lihat saja bagaimana media massa
seperti televisi mengkonstruksi image
“perempuan cantik” dalam iklan-iklan produk kecantikan dengan menggunakan model
perempuan berbadan langsing, berkulit putih mulus, dan hidung mancung.
Seumur-umur saya nggak pernah nonton iklan produk kecantikan yang modelnya
berbadan sintal, kulit gelap, dengan stretch
mark di sana-sini. So, nggak
heran sih, kalau banyak perempuan yang nggak pede dengan penampilan fisiknya
apa adanya, dan sampai obsessed
merubah penampilannya hingga rela mengeluarkan effort yang nggak sedikit. Mulai dari pakai lotion pemutih kulit, beli pil peninggi pelangsing yang nge-spam di komen instagram, sampai
melakukan plastic surgery.
My ID is Gangnam Beauty menurut saya benar-benar pas dalam
menggambarkan bagaimana susahnya menjadi perempuan, betapa besarnya effort yang
harus dilakukan perempuan untuk memeroleh penerimaan dari lingkungan sosialnya,
dan bagaimana lingkungan memandang perempuan.
In brief, berikut
beberapa issue perempuan yang
diangkat dalam drama My ID is Gangnam Beauty:
Negative Stereotypes of Plastic Surgery
Tokoh utama dalam drama ini, Kang Mi Rae (Im Soo Hyang)
seumur hidupnya kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari lingkungan
sekitarnya akibat wajahnya yang tidak rupawan. Mi Rae kemudian sampai pada
titik dimana ia tidak sanggup lagi menerima ketidakadilan akibat wajah
“jelek”-nya. She finally decided to take
plastic surgery, dan “merombak” wajahnya habis-habisan. Wajahnya memang jadi
cantik, sih, namun kenyataannya, operasi plastik hanya mengubah wajahnya, tapi
tidak pandangan sinis dan cemoohan dari orang lain.
Dewasa ini plastic
surgery sudah jadi hal yang umum, yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Merujuk
pada data dari KataData, Korea Selatan menjadi negara dengan rasio praktik
operasi plastik per kapita tertinggi di dunia mengalahkan Brasil, Kolombia, dan
AS. Permintaan terbanyak pun datang dari praktik bedah kelopak mata (double eyelid). Namun walaupun rasionya
terus tumbuh dari tahun ketahun, pelaku operasi plastik hingga kini masih
menerima stereotip negatif dari lingkungan sekitar. People
judge other people who surgically enhances their feature. Mereka yang melakukan
operasi plastik tidak jarang dilabeli sebagai orang yang tidak mensyukuri
pemberian Tuhan, atau mereka yang tidak puas dengan penampilan apa adanya.
Termasuk di Korea Selatan sendiri, mereka yang banyak mempercantik penampilan
dengan pisau bedah diberi label sebagai “Gangnam Beauty”, merujuk pada area
di Seoul dimana klinik bedah estetik menjamur.
Hingga saat ini pelaku operasi plastik masih mengharapkan
penerimaan sosial yang lebih baik di masyarakat. I’m not trying to justify the act of plastic surgery by aesthetic
reasons, but somehow we just can’t blame them who did it. The pressure is real.
Pressure from society to look flawless and comply to the constructed beauty
standards.
Kang Mi Rae, mewakili perempuan yang melakukan plastic surgery untuk alasan estetik,
bagaikan hidup segan mati tak mau. Jelek dikatain, giliran udah dipercantik,
masih dikatain. Seolah mereka yang tidak terlahir cantik sesuai dengan standar
kecantikan tidak punya tempat ditengah masyarakat. If you’re ugly, then nobody likes you, but if you do plastic surgery to
gain beauty, people wouldn’t appreciate you either. That’s just how the world
works.
Gender Stereotyping Hurts Woman
Source: Pinterest |
Saya suka kesal sama orang yang suka menyamaratakan semua perempuan merupakan pengemudi yang bodoh. Atau mereka yang mempertanyakan keperempuanan seseorang hanya karena perempuan itu tidak mahir melakukan pekerjaan rumah tangga. Like, is every women born to do the housekeeping things? Begitu juga dengan mereka yang masih saja menganggap bahwa pendidikan dan karir tidak penting untuk dimiliki perempuan, mereka yang membatasi perempuan untuk keluar dari pintu rumahnya. These are kinds of gender stereotyping.
Dalam drama ini, Na Hye Sung (Park Joo Mi), ibu dari Do Kyung
Seok, mengalami gender stereotyping
oleh suaminya sendiri. Untuk part yang satu ini, saya saranin baca versi
webtoon-nya dulu, karena cerita masa lalu Na Hye Sung dalam drama agak berbeda
dengan versi webtoon. Diceritakan Na Hye Sung adalah sosok perempuan yang
cerdas dan passionate, ia bercita-cita menjadi seorang perfumer. Namun kecantikannya justru membawa petaka bagi dirinya
manakala orang-orang menganggap kecantikannya lah yang memuluskan jalannya
menuju kesuksesan. Kecantikannya juga yang mempertemukannya dengan suaminya
yang notabene adalah seorang politikus. Sayangnya, sang suami tidak mendukung
passion Na Hye Sung, karena baginya istrinya yang cantik hanyalah “bunga
pajangan” (lebih lengkapnya silahkan baca Webtoon Gangnam Beauty episode 31 dan 32).
Kedengaran seperti permasalahn rumah tangga pada umumnya,
sih. Namun sejatinya, tindakan gender
stereotyping yang demikian dapat dikategorikan berbahaya. Menurut Office of United Nations High Commisioner for Human Rights (OHCHR)
“A stereotype is harmful when it limits women’s or men’s capacity to
develop their personal abilities, pursue their professional careers and make
choices about their lives and life plans. Both hostile/negative or seemingly
benign stereotypes can be harmful.”
Stereotip yang memandang perempuan sebagai subjek tunggal
dari pekerjaan domestik sangat merugikan karena dapat membatasi perempuan dalam
mengeksplorasi talenta yang dimilikinya. Akhirnya pembatasan perempuan pada
ruang lingkup domestik saja menghasilkan kegagalan dalam upaya pemberdayaan
perempuan yang tujuan utamanya adalah mengentaskan angka kemiskinan.
Body Shaming & Sexual Harasment
Turn Into Habitual
source: pinterest |
Saya sangat menyayangkan tindakan para laki-laki yang tanpa
segan mengomentari bentuk tubuh perempuan, seperti yang digambarkan dalam salah
satu episode My ID is Gangnam Beauty. Beberapa senior laki-laki Mi Rae di
jurusan kimia dengan ringannya melontarkan candaan-candaan seksis dan
mengomentari bentuk tubuh teman perempuannya sendiri. Selain itu mereka juga
mengeksploitasi tubuh dari maba-maba perempuan untuk kepentingan marketing dari
bar yang dibuka pada saat festival kampus berlangsung, dengan menyuruh Mi Rae
dan teman-temannya mengenakan kostum yang terbuka. Belum lagi bagian yang
menceritakan salah seorang rekan kerja part
time laki-laki Mi Rae yang membanding-bandingkan kecantikan Mi Rae dan temannya,
Soo A, dari perspektif bentuk tubuh dan raut wajah.
My ID is Gangnam Beauty secara gamblang menggambarkan
bagaimana body shaming dan sexual harrasment telah jadi makanan sehari-hari dalam kehidupan sosial. Dateng-dateng
reunian ada aja temen yang iseng komentar “lo
sekarang gendutan ya”, sesimpel itu, tapi efeknya luar biasa terhadap body image
dan self esteem. Bahkan pelecehan seksual sudah dianggap wajar dan menjadi
kebiasaan. Contohnya catcalling. Saya
nggak akan pernah lupa bagaimana siulan-siulan dari laki-laki yang nggak
dikenal itu amat sangat menjatuhkan rasa percaya diri saya. Saya bahkan hingga
kini merasa insecure kalau harus
jalan sendirian diantara kerumunan laki-laki yang tidak dikenal. Sayangnya budaya
kita menganggap tindakan catcalling
sebagai sesuatu yang sepele. Bahkan beberapa orang dengan mudahnya mengatakan “Bersyukur kalau masih ada yang ngegodain
lo, tandanya lo cantik!” Catcalling
termasuk kedalam bentuk pelecehan seksual secara verbal, namun payung hukum
kita masih terlalu lemah untuk menangani para pelaku catcalling secara hukum.
Akhir kata, menurut saya My ID is Gangnam Beauty adalah
drama yang recommended. Tapi saya lebih menyarankan untuk baca webtoon-nya
terlebih dahulu, sih, sebab ada beberapa perbedaan alur cerita dengan versi
drama. My ID is Gangnam Beauty will make
your eyes wide open that being woman ain’t easy. Perempuan hidup
terbelenggu dalam strereotip yang banyak merugikan perempuan. And it’s not easy to change how the world
see and treat woman. Stereotip yang sudah mengakar dalam kehidupan dan
menjadi bagian dari budaya nggak akan semudah itu untuk di ubah. Sayangnya drama
ini tidak menawarkan solusi konkret dari berbagai issue terkait perempuan yang diangkatnya.
0 Comments