The Days As A Cancer Caregiver, The Hardest Ones in Life
10:00 AM
Resolusi tahun 2018 saya adalah jadi lebih bahagia daripada
tahun lalu. Tapi kayaknya resolusi itu nggak tercapai, karena di pertengahan
tahun ini saya harus ditimpa rasa kehilangan yang sangat besar. Kehilangan seseorang
yang sangat dicintai karena kanker.
Nggak pernah sekalipun pernah terbayangkan rasanya menjadi
seorang caregiver atau keluarga penyintas kanker. Until yesterday, cancer was
only part of story in The Fault In Our Stars. Tapi sekarang saya paham betul
dengan penderitaan Hazel & August yang digambarkan John Green dalam novel
itu.
Ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai seorang caregiver of cancer patient selama merawat
kakek saya yang didiagnosa menderita hepatocellular
carcinoma (kanker hati).
It’s not me who suffer, but seeing my loved one suffering and getting worse day by day is torture.
It’s not me who suffer, but seeing my loved one suffering and getting worse day by day is torture.
What Is Hepatocellular Carcinoma?
Sebelum masuk ke bagian cerita sedih, ada baiknya saya
jelasin sedikit tentang hepatocellular
carcinoma atau hepatoma ini. Hepatoma adalah kanker yang menyerang organ
hati/liver, yang umum terjadi pada laki-laki dewasa di negara berkembang
karena tingginya kasus Hepatitis B dan C. Kanker ini juga berkaitan dengan rusaknya fungsi hati akibat konsumsi
alkohol, obat-obatan, dan gaya hidup yang nggak sehat. Penderita Hepatitis
B dan C yang mengalami sirosis (pengerasan hati) berpotensi untuk berkembang
menjadi kanker hati.
Gejala awalnya sometimes kelihatan sepele, misalnya
kehilangan nafsu makan, penurunan berat
badan drastis, dan diare. Mungkin ini yang menyebabkan mayoritas penderita
hepatoma baru didiagnosis setelah kanker sudah mencapai stadium lanjut. Ini juga
yang bikin rendahnya harapan hidup penderita hepatoma. When the main symptoms
has showned, it’s like you lose your hope already. Gejala utama seperti
pembengkakan pada tungkai, perut membesar, kulit dan mata menguning, sakit yang
luar biasa pada perut, dan BAB hitam (keluar darah saat BAB).
When The Nightmare Begin
Mimpi buruk ini terjadi pada tanggal 23 Juni 2018, beberapa
hari setelah Idul Fitri, kakek yang biasa saya panggil dengan sebutan Andung, dilarikan ke rumah sakit akibat
BAB hitam. Hari itu, harapan kami akan kesembuhannya masih 99%, and that hopes
getting lower day by day, sejalan dengan kondisi fisiknya yang mundur sangat
cepat. Waktu itu Andung pertama kali dilarikan ke IGD di salah satu rumah sakit
swasta, namun karena keterbatasan tenaga medis, malam harinya
Andung dipindah ke RSUP. Kami nggak langsung dapat kamar setelah semalam
menginap di IGD RSUP. Besoknya Andung dipindah ke ruangan emergency High Care
Unit (HCU) penyakit dalam. Namun karena nggak ada tempat, Andung terpaksa
ditempatkan di bangsal kelas II yang, you know, seperti apa ngeri dan nggak
nyamannya. Kira-kira 3 hari dia harus bertahan di ruangan itu dengan pelayanan dari tenaga medis yang minim banget! Tapi 1
hari aja udah cukup untuk melihat kondisinya yang turun drastis. Badannya makin
kurus, makin lemas, dan matanya... makin layu. Hari itu pula, harapan saya turun
dari 99% ke 72%. Firasat-firasat buruk yang sebetulnya udah datang sejak sebulan
yang lalu kini makin kuat.
Setelah dipindahkan ke ruangan yang lebih bagus, kondisi
Andung kelihatan sedikit membaik, mungkin karena sejak dipindah ke kamar
sendiri, dia nggak kepanasan dan nggak denger teriakan pasien lain. Saya belum
mention kalau prosedur administrasi di RSUP itu repot banget dan super nggak
jelas! Yah, untuk rumah sakit terbesar provinsi pelayanannya bisa saya rate
3/5. Belum lagi jadwal kunjungan dokter yang nggak pasti.
1 minggu dirawat dan didiagnosis penyakit yang berbeda,
mulai dari sirosis hati dan hepatitis b, akhirnya kami sekeluarga harus
menerima kenyataan pahit kalau Andung terjangkit Hepatoma atau kanker hati. Kanker
ini sudah sampai di stadium lanjut sampai dokter pun nggak lagi memberikan
kata-kata indah yang memotivasi, bahkan untuk pasien sendiri. Tentu saja Andung
nggak dikasih tahu tentang penyakitnya ini. Gimana mungkin kami menghancurkan
semangat hidupnya yang begitu besar saat itu?
2 minggu dirawat, dan beberapa hari setelah diagnosis,
kanker itu makin aktif. Rasa sakit di perut Andung makin nggak tertahankan dan suster
akhirnya ngasih analgesik tertinggi: MORFIN, yang dosisnya kian hari kian
meningkat pula sejak rasa sakitnya sudah makin tak tertahankan. Bukan cuma di
perut, sering pula Andung dapat serangan sesak nafas akibat jantungnya yang
makin melemah. Ironisnya, tekanan darahnya yang biasa tinggi kala sehat, kini
justru harus dibantu dengan injeksi obat-obatan untuk mempertahankan tekanan
darahnya biar nggak drop lebih rendah lagi. Hari-hari terakhir di rumah sakit,
kami tak peduli lagi dengan layar monitor pc atau layar tv, kami sibuk
memperhatikan angka-angka dan grafik di monitor sidebed.
The Struggle of A Caregiver
Aktivis Terry Tempest pernah menulis: "An individual doesn't get cancer, a family does". Memang, dibandingkan dengan penderitaan, rasa sakit, dan putus
asa yang dihadapi sendirian oleh pasien kanker itu sendiri, penderitaan seorang
caregiver nggak ada apa-apanya. Sebagai seorang caregiver dari pasien kanker,
saya sama sekali nggak merasakan sakit yang luar biasa itu. Melihat penderitaan
Andung, di usianya yang tak lama lagi menginjak 81 tahun, sukses menguras air
mata kami sekeluarga. Lebih menyakitkan rasanya karena kami tahu kalau kami
tidak bisa berbuat apa-apa. Cuma doa.
Rasa sakit yang dirasakan seorang caregiver dari pasien
kanker bukan secara fisik, tapi lebih kearah psikis. Kanker adalah beban mental
yang sangat besar untuk pasien sendiri dan keluarganya. Kanker bisa saja menyebabkan
depresi pada caregiver. Apalagi disaat caregiver harus terlihat kuat dan tegar didepan
pasien. So what could a caregiver do to lessen the stress? Here’s what to do
based on National Cancer Institiute:
Understand Your Feelings
It may be difficult that sometimes it feels like a dream. Sulit
buat nerima kenyataan saat orang yang dicintai terkena kanker. Tapi jangan
biarkan kesedihan memenuhi perasaan dan pikiran. Carilah support group untuk
keluarga pasien kanker dimana ada kesempatan untuk sharing pengalaman pada
orang lain yang mengalami hal serupa dan yang lebih paham.
Learn More About Cancer
Mau nggak mau, kita harus mempelajari lebih lanjut tentang
penyakit yang lagi diderita sama orang yang kita sayangi ini. Pahami apa saja makanan
yang boleh/tidak boleh dikonsumsi, obat-obatan dan penanganan yang dibutuhkan
serta lembaga yang dapat memberikan perawatan untuk pasien, pelajari jika ada
penanganan fisik khusus yang harus diberikan pada pasien.
Connect With Your Loved One With Cancer
Mereka membutuhkan perhatian dan support. Jangan tinggalkan
walau sebentar apapun, karena kita nggak tahu kapan serangan-serangan kanker
akan datang. They do also need affection after all those suffers, make sure they
don’t feel alone.
Make Time For Yourself
Merawat pasien pastinya menguras waktu dan tenaga. Bahkan bisa-bisa
kita harus cut back on our personal activities. Tapi caregiver tetep harus punya
waktu untuk diri sendiri. Bukan berarti ninggalin pasien, make time for
yourself bisa dengan berbagai macam cara sesimpel baca buku favorit pas lagi
jagain pasien, atau sambil nonton tv series favorit, ngemil makanan favorit,
atau jurnaling. Yash, journaling can help relieve negative toughts and
feelings. Menuliskan pengalaman kita yang stressful ini sedikit-banyak bisa
bikin hati lebih plong.
Be Thankful
How could I feel thankful in these situation? Emang kelihatan
mustahil buat merasa bersyukur pas lagi ditimpa musibah, tapi sebenarnya banyak
hal yang masih bisa disyukuri. Contohnya, saya masih bersyukur karena masih
diberi kesehatan, masih bisa merawat Andung, dan punya kesempatan untuk
berbakti pada orangtua. Saya juga bersyukur karena Andung adalah pasien yang
tegar (bahkan perawat pada ngasih pujian karena kesabaran Andung dalam
menghadapi penyakitnya).
Another tips from me:
Take A Medical Check Up For Your Own
Kanker memang nggak menular, tapi nggak ada salahnya buat meriksa
kesehatan secara rutin, apalagi setelah ngerawat pasien. Dalam kasus yang saya
alami, Andung juga didiagnosis terjangkit hepatitis B yang notabene adalah
penyakit menular. Karenanya, caregiver dengan kontak yang sangat intim dengan
pasien seperti saya harus segera memeriksakan kesehatan dan fungsi organ-organ
penting. Sesuai anjuran dokter, saya juga harus sesegera mungkin mendapat
vaksin hepatitis B setelah kontak dengan pasien. Where’s to take the MCU? MCU
bisa dilakukan di laboratorium kesehatan dan RS manapun. Vaksin sendiri bisa
didapat di beberapa laboratorium yang menyediakan layanan. Vaksin hepatitis B
dilakukan sebanyak 3 kali dengan jarak 1 bulan dan 5 bulan dari vaksin
sebelumnya. Biayanya kisaran Rp 200.000 per suntikan.
Cancer is a nightmare, but a nightmare will definitely gone sometime. There’s no chance to feel desperate, you are not the only one. Masih banyak orang yang mengalami cobaan lebih berat daripada ini, mengeluh itu wajar, tapi jangan pernah berputus asa.
Cancer is a nightmare, but a nightmare will definitely gone sometime. There’s no chance to feel desperate, you are not the only one. Masih banyak orang yang mengalami cobaan lebih berat daripada ini, mengeluh itu wajar, tapi jangan pernah berputus asa.
19 hari saja Tuhan memberi kesempatan untuk kami semua buat
berbakti dan merawat Andung. 19 hari saja kami harus menangis setiap harinya karena
kondisi Andung yang semakin payah. 19 hari saja yang tersisa sejak mimpi buruk
itu bagi saya untuk mencurahkan rasa sayang yang sehari-hari tidak pernah saya
tunjukkan untuknya. 19 hari terakhir itulah dimana seumur hidup saya mengobrol
lebih intens dengan Andung, membelai, mencium, menyuapi makan, dan bilang “Sarah
sayang sekali sama Andung” untuk pertama dan terakhir kalinya.
Menyesal? Pasti. Ada rasa sesal karena 1 tahun belakangan
saya meninggalkan Andung untuk merantau. Rasa sesal karena selama ini kami
tidak pernah punya relationship antara kakek-cucu yang romantis seperti kakek
& cucu lain diluar sana, namun hubungan kami romantis dengan cara Andung
sendiri. Rasa sesal karena selama ini bahkan kami nggak pernah sekalipun punya
foto keluarga yang lengkap. Tapi, di satu sisi saya bersyukur dan ikhlas,
karena penderitaan itu hanya membuat dia menderita selama 19 hari, tak lama
kami harus menyaksikan dia kesakitan.
Andung menghembuskan nafas terakhirnya pada 11 Juli 2018 jam
1 lewat 5 menit dengan tenang dan damai. Nggak ada sedikitpun raut kesakitan di
wajahnya. Bahkan wajah tersenyum yang dia tinggalkan. Tidak ada lagi rasa
sakit, tidak ada lagi sesak nafas, tidak ada lagi morfin, selang oksigen, tusukan
jarum suntik, kateter, kecemasan dan ketakutan. Pergilah dengan tenang, dan
damailah.
In memoriam, our beloved husband, father, and grandfather:
Muhammad Chalis Syamsuddin (1937-2018)
Reference:
https://www.alodokter.com/kanker-hati
https://www.cancer.gov/about-cancer/coping/caregiver-support
4 Comments
Innalillahi wa innailaihi rajiun
ReplyDeleteAl fatihah 🙏
Kak Sarah, turut berduka cita untung Andungnya. Semoga almarhum diterima di sisi-Nya.
ReplyDeleteRasanya kayak ada perasaan takut juga orang-orang yang kusayang, Abah dan kakekku (naudzubillah!) mengalaminya. Sedih sekali tiap mereka merokok itu, seolah aku ngerasa benci dengan rokoknya karena aku terlalu sayang mereka terserang kanker ini.
Semoga orang-orang yang kita sayang tetap sehat, Kak Sarah juga ya :))
Aku nangis pas bagian 19 hari saja. Insyaallah itu sudah yang terbaik Mbak. Al Fatihah buat Andungnya
ReplyDeleteinnalilahi wa inna ilaihi rojiun. semoga Andung mendapat tempat terbaik di sisinya, amiin.
ReplyDelete