Seeking Justice for Women in Men’s Injustifiable Behaviour: Bagaimana Perempuan disalahkan dalam Perselingkuhan

10:00 AM


Mungkin terkesan agak ketinggalan ya (maklum, sedang latihan mengurangi frekuensi konsumsi media). Tapi baru-baru ini saya jadi tertarik dengan sesosok pengacara kondang Indonesia, pak Hotman Paris Hutapea. Bukan ketertarikan secara personal, tapi pada statement-statement yang keluar dari lisannya. Whereas, I usually never give a shit about anything related to him and his cases (that mostly are celeb’s divorces).

Bagi yang mengenal pak Hotman lewat media, pasti tahu kalau pengacara yang satu ini kerap digandeng sebagai kuasa hukum selebritis dan orang-orang terkenal. Tak ayal kini ia dikenal sebagai Clebrity Lawyer, The Bling-Bling Lawyer, dan julukan-julukan lain yang melekat pada dirinya.


Seorang pengacara sukses, banyak duit, dengan Ferrari dan cincin sebesar bumi, jam tangan mahal, dan pakaian yang necis [#NP: Bruno Mars - Billionaire], begitulah ia terlihat dimata banyak orang melalui media massa. Image laki-laki berduit biasanya tidak lepas dari kehadiran perempuan yang merupakan salah satu bagian dari godaan terbesar laki-laki disamping harta dan tahta (katanya, sih). Image laki-laki berduit juga kerap diasosiasikan dengan perselingkuhan, sehingga muncullah label “buaya darat” untuk laki-laki berduit yang punya simpanan sana-sini.

Lalu apakah demikian dengan pak Hotman?

Who knows.

Saya tidak tertarik dengan kehidupan percintaan sang lawyer, namun sebagai seorang laki-laki berduit, tentu saja ia paham betul akan konsekuensi dan realita yang terjadi diantara sesama laki-laki berduit. Buktinya, ia kerap bersuara dalam bentuk nasihat atau sekedar dalam bentuk chit-chat di warung kopi tentang berbagai situasi yang dihadapi oleh para laki-laki (yang umumnya sudah beristri), dan yang utama, oleh mereka yang berlabel buaya darat. Kalau nggak percaya, silahkan saja intip berbagai artikel tentang dirinya di portal-portal berita online. Kalau mau lebih menariknya lagi, sila stalk akun instagramnnya saja.

Statementnya sering agak nyeleneh dan ceplas-ceplos. Isu-isu terkait “selangkangan” yang hingga kini masih tabu untuk diperbincangkan dimuka umum, dengan santai ia angkat ke permukaan. Beberapa statmentnya pun bernada seolah-olah pak Hotman berusaha “membela” perempuan, yang lebih banyak direferensikan pada para istri, dari para laki-laki buaya darat.

Salah satu videonya yang banyak mengundang perhatian berbagai media adalah video yang diunggahnya lebih dari sebulan yang lalu. Dalam video itu tampak pak Hotman sedang nongki-nongki bersama segerombolan bapak-bapak lainnya di Kopi Joni, ia sedikit berceloteh:

Subuh-subuh, sebagian para laki ini sudah di Kopi Joni karena ranjang istri yang sudah menua, sudah tidak bergairah. Pada saat laki-laki pada umumnya umur 50 makin kaya, makin banyak duit, istrinya makin menua, bahkan banyak yang sudah jadi gendut sehingga sudah tidak bergairah di ranjang. Kenyataan sekarang ini, 8 dari 10 laki-laki berduit punya si sayang di luar. Apakah itu salah? Apakah memang mempunyai istri lebih dari satu adalah solusi terbaik? Atau seperti sekarang ini, punya pacar di mana-mana. Berdoalah kepada istri, agar dua dari laki-laki tersebut adalah suamimu yang masih bertahan di ranjangmu. Selamat untuk para istri,”

Video ini seakan memancing spekulasi khalayak dengan pertanyaan-pertanyaan retoris “Apakah itu salah?” dan “Apakah memang mempunyai istri lebih dari satu adalah solusi terbaik?”, Pertanyaan ini menggiring spekulasi orang bahwa cheating is not totally wrong because it’s kinda reasonable. Ditambah lagi dengan fakta “8 dari 10 laki-laki berduit punya si sayang diluar” yang patut dipertanyakan kredibilitasnya.   

Namun siapa peduli akan kredibilitas fakta itu, jika pernyataan itu keluar dari seseorang yang berpengaruh seperti pak Hotman. Lagipula mayoritas netizen hanya menyorot gaya bicara pak Hotman yang lucu dan ceplas-ceplos. Tampak dari mayoritas komentar pada postingan itu.

Tidak jauh sebelum postingan itu di-upload, nama pak Hotman juga ramai berseliweran di portal-portal berita online, karena ia mencoba memberikan “pesan” untuk para perempuan yang ingin menggugat cerai suami yang selingkuh. “Pesan” yang sama dengan yang ia berikan ke Sarita saat menggugat cerai Faisal Haris.

Dilansir dari laporan cumicumi.com, pak Hotman menyarankan Sarita untuk nggak terpancing emosi karena suaminya, Faisal Haris, berselingkuh dengan Jennifer Dunn.

“Kalau saya menyarankan secara laki-laki bijaksana, istri pertama jangan mau cerai. Kita mengalah untuk menang, jangan mau tinggalkan istana. Itu saran saya pada istri senior, jangan terburu-buru minta cerai,” 

Menurut pak Hotman, secara fisik, istri tua memang tidak bisa menyaingi si wanita simpanan, namun jika istri tua menceraikan suaminya karena masalah perselingkuhan ini, maka artinya sang istri kalah dan menyerah. Karena itu, sebaiknya istri menahan emosinya untuk menceraikan suami demi mempertahankan “istana”-nya. “Mengalah untuk menang.”

Statement-statement pak Hotman ini tidak sepenuhnya salah, sih. Niat baiknya untuk mencoba membela perempuan dari para buaya darat juga patut untuk diapresiasi. Namun sayang, caranya membela tidaklah menunjukkan bentuk dukungan terhadap perempuan.

Pesan-pesannya, somehow, terdengar kontradiktif. Dari cara-caranya menyampaikan nasihat,  pak Hotman secara implisit membenarkan dominasi laki-laki terhadap perempuan, terutama dalam urusan rumah tangga.

Bahkan dalam statement-nya di video itu mengandung body shaming. Para istri yang sudah menua dan bahkan sudah jadi “gendut”, dituding jadi salah satu penyebab hilangnya gairah di ranjang. Perempuan terkesan seperti ampas tebu. Habis manis, sepah dibuang. Waktu masih cantik disayang, setelah menua, menggendut, dan menopause, hilanglah “nilai” perempuannya. Hal ini dijadikan pembenaran oleh para laki-laki untuk mencari perempuan lain.

Jika memang demikian pembenaran dari sisi laki-laki untuk perselingkuhan, well, bapak-bapak yang terhormat, jujur saja, laki-laki pun saat menua juga tidak lagi terlihat atraktif di mata perempuan.  Memangnya, kalian pikir, kalian masih keren dengan perut buncit itu? (ehm, maaf tidak bermaksud body shaming).

Menurut Robert Weiss dalam Psychology Today, sebagai seorang terapis, ia menemukan bahwa sebagian besar laki-laki menyalahkan hal-hal lain atas tindakan cheating-nya, menyalahkan istri, pekerjaan, atau perempuan lain. Sebagian besar alasan laki-laki melakukan perselingkuhan menyiratkan bahwa perselingkuhan merupakan satu-satunya solusi yang logis dalam permasalahan hubungan dan masalah lainnya.

Like, can’t you guys find another distraction like doing your hobbies, going on a vacation, or simply by talking to your significant others? Sadly, kebanyakan laki-laki tidak memiliki pemikiran demikian, sehingga mereka membenarkan perilaku mereka itu dalam statement:

-       Every guy wants to have sex with other women. And when the opportunity arises, he takes it.
-       If my wife hadn’t gained so much weight — or if she was nicer to me, or more attentive — I wouldn’t have even thought about going elsewhere.
-       My buddies are doing the same thing, so it’’s normal.
-       Hooking up with another women is considered as just a game.

Dalam perspektif Psychotherapy, menurut Weiss, pemikiran seperti ini disebut: DENIAL.

Denial, atau penyangkalan, adalah serangkaian kebohongan internal dan tipuan bagi orang mengatakan pada dirinya sendiri untuk membuat perilaku mereka yang patut dipertanyakan kelihatan baik-baik saja.

Source: GIPHY

Diluar bentuk denial yang tersirat dalam berbagai statementnya, pesan “mengalah untuk menang” dari pak Hotman untuk istri yang ingin menggugat cerai suami yang berselingkuh terkesan memandang perempuan sebagai objek pasif dalam perkara rumah tangga, yang sebaiknya mengalah saja dalam memperjuangkan keadilannya. Karena bagaimanapun, wealth dan pride yang dinikmatinya kini, ada di tangan laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan tulang punggung. Memperjuangkan keadilannya yang diinjak-injak oleh tindakan tidak terpuji sang suami adalah tindakan ceroboh yang hanya akan merenggut semua privilege yang didapat dari suaminya.

If the concern is all about “harta gono-gini”, then his “lose to win” advice may sounds right. Tapi apakah makna dari sebuah institusi pernikahan bagi perempuan cuma sebatas kestabilan finansial, sehingga “istana” itu harus tetap dipertahankan, walaupun tindakan laki-laki dapat menginjak-injak hak dan harga diri perempuan? Yang saya tahu, pernikahan haruslah berlandaskan kejujuran dan kepercayaan, bukan berlandaskan materi semata.

The point is: it’s dissappointing how most men still think like they are possible to treat women as object of domination, from the way they respond to a relationship problem. Even a famous public figure that fight for justice.

Source: GIPHY

Perempuan harus berhenti menjadi objek yang selalu disalahkan atas semua tindakan laki-laki.
Dalam kasus pemerkosaan, perempuan lah yang salah karena mengenakan pakaian yang menggoda lelaki.
Dalam kasus perselingkuhan, perempuan “pelakor” lah yang salah karena menggoda suami orang.
Bahkan perubahan bentuk tubuh dan aktivitas seksual perempuan juga lah yang disalahkan apabila laki-laki berselingkuh.
Perempuan juga harus memiliki kemampuan memroses informasi yang baik. Jangan cuma manggut-manggut setuju dengan semua denial berkedok pembelaan.


In the end, women should be able to stand for herself.



Sincerely,
Sarah

You Might Also Like

1 Comments

  1. kalau menurut aku si Pak Hotman sangat ngarep banyak yang cerai hahaha. Kan kalau banyak yang minta cerai dia makin kaya. Hihih.

    intinya sih sebelum nikah ya pastikan dulu memilih pasangan yang tepat. Jangan karena "ah cuma dia yang mau sama aku". Tentu nanti ketika dia sudah ga mau lagi, ya terjadi deh sudah manis sepah dibuang.

    ReplyDelete