Cara Cerdas Tangkis Hoax Kecantikan di Era Digital
5:09 PM
Source: Pinterest
As a communication student, I feel a strong intention to write about it. Di era informasi seperti sekarang ini, kayaknya nggak ada
informasi yang tak tersedia. Apa lagi dengan perkembangan teknologi digital.
All hail the founder of internet. Internet bikin kita merasa tahu semuanya. Namun
nggak semua informasi yang beredar adalah fakta, bahkan banyak yang
menyesatkan. Tak terkecuali info-info terkait kesehatan dan juga kecantikan.
It seems like we can find anything on media. Mulai dari
tutorial makeup, demo masak, bahkan cara reparasi hp sendiri. Bahkan, cara
mengobati penyakit atau masalah kesehatan pun ada. Nggak hanya di media
digital, lho. Banjir informasi juga terjadi di media-media arus utama, seperti
televisi, koran dan majalah. Tapi apakah semua informasi yang kita peroleh dari
berbagai media tersebut sudah pasti benar?
Hoax dan
perempuan
Nyatanya, tanpa kita sadari, setiap hari bahkan tanpa
terasa, kita telah terpapar oleh berita-berita bohong, atau yang lebih akrab
disebut sebagai HOAX. Sebuah survey pada
tahun 2017 bahkan mengungkapkan, dari 1.146 responden, sebanyak 44,3% nya
terpapar oleh hoax setiap hari. Bahkan nggak cuma sekali, 17,2% nya menerima
hoax lebih dari sekali dalam sehari. Wah, udah kayak minum obat, ya.
Survey yang sama juga mengungkapkan jika penyebaran hoax
terbanyak memang melalui media sosial dan aplikasi chat, sebut saja Instagram
dan WhatsApp sebagai juaranya. Tapi ternyata, media arus utama yang seharusnya
menjadi media andalan dan dapat dipercaya pun terkadang berkontribusi dalam
penyebaran hoax.
Mirisnya, perempuan sangatlah rentan akan dampak dan
penyebaran hoax. Ini bukan bias gender, lho. Sebuah studi pada tahun 2018 berjudul
Women and Hoax News
Processing on WhatsApp, indeed menyebutkan kalau perempuan di Indonesia,
rentan akan hoax karena kecenderungan untuk mengutamakan aspek emosional saat
memproses informasi yang dibaca atau ditonton. Selain itu, perempuan di
Indonesia masih sangat minim literasi media.
Perempuan memang lebih emosional terhadap topik-topik
tertentu yang dekat dengan perempuan. Misalnya saja topik kesehatan, yang
termasuk di dalamnya tentang kecantikan. Nggak diragukan lagi, perempuan memang
jadi target sasaran hoax-hoax kecantikan yang beredar di media. Faktanya, hoax
kesehatan menempati urutan ke-3 hoax terbanyak di Indonesia setelah hoax sosial
politik dan SARA.
Source: Giphy |
Apa saja
jenis dan karakteristik hoax?
Sederhananya, hoax terdiri dari tiga jenis. Pertama,
misinformasi, yaitu informasi palsu yang tidak dibuat secara sengaja untuk
merugikan orang lain. Contohnya ketika seorang beauty influencer sharing
tentang success story-nya menghilangkan bekas jerawat dengan cuka apel, yang
notabene-nya nggak baik untuk kulit. Informasi ini dibuat hanya sebatas untuk
sharing tanpa ada niatan jahat. Masih ingat kasus beberapa seleb yang sempat
mempromosikan kosmetik oplosan di media sosial? Ini juga merupakan contoh dari
misinformasi.
Kedua, disinformasi, yakni informasi palsu yang sengaja
dibuat untuk merugikan orang lain. Misalnya, cara-cara yang digunakan bakul
kosmetik “nakal” yang memasarkan produk skincare pemutih berbahaya dengan
testimoni-testimoni palsu untuk menarik pelanggan.
Ketiga, malinformasi, yaitu informasi fakta, tapi digunakan
untuk merugikan pihak lain. Contohnya saja info tentang dampak kesehatan dari
sunscreen yang dilebih-lebihkan guna menakut-nakuti orang lain untuk
menggunakan sunscreen.
Saking banyaknya hoax yang beredar, sulit untuk membedakan
mana hoax dan yang fakta. Namun umumnya hoax punya ciri-ciri
tertentu. Hoax biasanya bersifat “pesan berantai”yang mengandung kalimat ajakan
untuk menyebarkan/mem-forward pesan pada orang lain, bahkan bersifat mengancam
jika pesan tidak disebarkan. Hoax biasanya tidak terdapat informasi yang
konkret tentang waktu kejadian, dan sumber yang bisa diverifikasi.
Beberapa contoh hoax kecantikan yang paling populer di
Indonesia diantaranya seperti: tips mengobati jerawat dengan bawang putih
dan pasta gigi; memutihkan kulit dengan lemon dan jeruk nipis; menghilangkan
kutil dan tahi lalat dengan sabun colek plus kapur sirih; menghilangkan bekas
jerawat dengan cuka apel. ‘Till the most disgusting above them all: menggunakan
darah menstruasi dan sperma untuk mendapatkan wajah mulus.
Bagaimana harusnya menyikapi hoax kecantikan?
Selama ini, upaya
pemberantasan hoax masih terfokus pada isu-isu politik, padahal banyak
hoax-hoax tentang kecantikan membayangi masyarakat dan dampaknya bisa sangat
berbahaya karena nggak dipungkiri lagi, topik kecantikan pun berhubungan erat
dengan kesehatan.
Secara ilmiah, hoax mudah
dipercaya karena kontennya yang sangat mudah, murah, menggugah secara emosional
serta kebanyakan berupa video atau gambar dan sangat sedikit teks. Bayangin
deh, saat lagi desperate dengan masalah jerawat menahun, informasi tentang cara
mengobati jerawat yang gampang bin murah pakai bawang dan pasta gigi jadi
sangat menggiurkan bukan? Apalagi jika didukung dari testimoni orang-orang yang
“mengaku” berhasil dengan cara tersebut.
Source: Giphy |
Sebagai seorang netizen yang
budiman, tiap individu bertanggung jawab dalam menyikapi hoax. Ada beberapa
tips yang perlu diingat:
- Kenali ciri-ciri hoax
Seperti
yang sudah dipaparkan di atas, jika menemukan informasi dengan ciri-ciri
tersebut, pastikan kita nggak percaya begitu saja. Apa lagi kalau sumber
informasinya nggak jelas.
- Biasakan beretika dalam bermedia (netiquette)
Jangan
asal tulis info. Hanya karena kamu iseng-iseng bereksperimen bikin masker dari
bahan-bahan dapur dan nggak ada efek samping di kulitmu, bukan berarti kamu
bisa seenaknya membagikan tips yang tidak didukung secara ilmiah dari segi
efektivitas dan safety-nya, karena bisa membahayakan orang lain. Terpenting,
jangan asal forward! Ketika menemukan informasi tertentu, jangan langsung
forward pada orang lain tanpa di cek dulu kebenarannya.
- Jangan malas verifikasi
Sebaiknya
cek kebenaran info yang diterima. Pengecekan paling gampang bisa dengan cara
googling dan baca artikel-artikel dari situs atau media yang kredibel. Pengecekan
juga bisa dilakukan dengan bertanya pada expert atau ahli, misalnya saja dokter
SPKK. Tenang aja, konsultasi dengan dokter zaman sekarang tuh gampang banget!
Bahkan bisa ngobrol dengan dokter lewat aplikasi buat nanyain info yang dirasa
belum jelas. Intinya, jangan malas!
Semoga kedepannya kita makin melek informasi dan semakin
bijak dalam menanggapi informasi-informasi kecantikan yang didapat dari
berbagai media, ya!
Tulisan ini telah diterbitkan di halaman Editorial Female Daily Network dengan judul "Cara Cerdas Menangkis Hoax Kecantikan di Era Digital" pada 1 November 2019
0 Comments